Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dari kasus ‘lord’ Luhut Pandjaitan

Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) usai divonis bebas oleh Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (08/01).
Keterangan gambar,Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) usai divonis bebas oleh Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (08/01).

Aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (08/01), dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (08/01) menyatakan, dakwaan terhadap Haris dan Fatia “tidak terbukti”.

“Memutuskan, menyatakan terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” kata majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (08/01).

Untuk itulah, mereka juga memerintahkan agar hak dan martabat Harus dan Fatia dipulihkan.

Putusan bebas ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Haris dihukum pidana penjara empat tahun. Sementara, Fatia dituntut 3,5 tahun.

Atas putusan bebas ini, jaksa penuntut umum menyatakan pihaknya masih “pikir-pikir”.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan, unsur penghinaan tidak terpenuhi dalam kasus ini.

Dijelaskan, perbincangan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar bukan kategori penghinaan dan pencemaran nama baik.

“Yang ditemukan dalam video podcast merupakan telaah, komentar analisa pendapat dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil,” papar majelis hakim

Disebutkan pula bahwa penghinaan atau pencemaran nama baik terkait istilah ‘lord’ yang merujuk pada sosok Luhut Pandjaitan “tidak terpenuhi”.

Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) menemui pendukungnya usai divonis bebas oleh Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (08/01).
Keterangan gambar,Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) menemui pendukungnya usai divonis bebas oleh Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (08/01).

Dituntut empat tahun pidana penjara

Dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut eks-Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar selama empat tahun penjara, dan meminta terdakwa “segera ditahan”.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan direktur Lokataru itu secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang memiliki muatan penghinaan, dan atau pencemaran nama baik.

Menurut tim Jaksa, tidak ada hal yang meringankan terhadap terdakwa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.

“Tidak ditemukan adanya hal-hal meringankan atas perbuatan pidana terdakwa,” kata jaksa penuntut umum, Senin (13/11), sebagaimana dikutip dari Kompas.

Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, Fatia Maulidiyanti dituntut 3,5 tahun penjara. Fatia juga sempat menjabat koordinator KontraS.

Kasus ini berawal dari program bincang-bincang di YouTube berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”.

Dalam program ini Haris dan Fatia menyebut Luhut “bermain” dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Haris Azhar
Keterangan gambar,Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023).

Respons tim kuasa hukum

Tim kuasa hukum Haris-Fatia, menuduh JPU dalam tuntutannya telah “menyampingkan proses pembuktian di persidangan.”

“Jaksa sama sekali tidak menyinggung persoalan kebebasan berekspresi, konflik kepentingan pejabat hingga narasi Anti-SLAPP yang telah disampaikan pada proses pembuktian,” kata pernyataan tim kuasa hukum yang diterima BBC, Senin (13/11).

“Jaksa pun mengeyampingkan fakta podcast yang berbasis riset berupa kajian cepat masyarakat sipil,” tulis pernyataan itu kemudian.

Anti-SLAPP atau Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation merupakan konsep yang menjamin perlindungan hukum masyarakat untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Mereka juga menilai tuntutan ini bentuk penegasan jaksa membela kepentingan Luhut.

Haris Azhar
Keterangan gambar,Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023).

“Tuntutan ini merupakan bentuk menginjak-injak hukum sekaligus alarm berbahaya bagi situasi demokrasi, khususnya kebebasan sipil di Indonesia,” kata Muhammad Isnur, anggota tim kuasa hukum Haris-Fatia yang menyebut diri mereka sebagai ‘Tim Advokasi untuk Demokrasi’.

“Jaksa pun bertindak tidak profesional karena melahirkan tuntutan manipulatif, jahat dan politis, terlebih penggunaan UU ITE lagi-lagi menegaskan bahwa produk hukum ini problematik, bersifat karet dan menggerus hak-hak digital masyarakat,” tambah M. Isnur.

Lebih lanjut, pernyataan dari tim kuasa hukum ini juga menyebutkan bahwa tuntutan ini menjadi pesan “siapapun yang keras terhadap pejabat, harus siap dituntut secara hukum”.

“Lebih lanjut terdapat pesan yang begitu kuat, yakni terbangunnya iklim ketakutan,” kata pernyataan itu.

Apa kata Luhut saat bersaksi?

Luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan membantah sejumlah tuduhan dalam video perbincangan berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1!’.

Dalam keterangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (08/06), Luhut mengatakan, “tidak ada waktu bermain-main” dalam pertambangan di Papua.

Ia mengaku sudah berjanji untuk fokus pada kerjanya sebagai menteri hingga 2024 mendatang.

“Saya memfokuskan diri pada tugas pokok saya,” kata Luhut. menjawab pertanyaan dari tim jaksa penuntut umum.

Tapi ia tak membantah sebagai pemilik saham PT Toba Sejahtera. Dalam hal ini, perusahaannya itu dituduh terlibat dalam bisnis tambang di Papua.

Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)
Keterangan gambar,Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)

Luhut pun menepis tuduhan tersebut, dengan mengatakan PT Toba Sejahtera tidak pernah terlibat dalam pertambangan di Papua baik secara langsung maupun melalui perusahaan lainnya.

“Sepanjang data yang ada sama saya, saya tidak pernah ada bisnis, atau memulai bisnis di Papua,” kata Luhut yang membantah perusahaannya terafiliasi dengan sejumlah perusahaan yang disebut-sebut dalam video wawancara aktivis HAM Haris Azhar dengan Fatia, seperti PT Madinah Qurrata’Ain, PT Tobacom Del Mandiri, dan PTMQ. West Wits Mining.

“Saya tidak pernah tahu, dan tidak pernah menyetujui untuk ada membuat perusahaan, kegiatan bisnis di Papua. Tidak ada itu sama sekali,” katanya.

Luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Polisi mengamankan pendukung Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti saat menerobos masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Sebagai purnawirawan militer, Luhut juga membantah memanfaatkan jabatannya untuk meraih keuntungan ekonomi dari operasi militer di Papua.

Di depan majelis hakim, Luhut juga mengaku sudah dua kali melayangkan somasi kepada Haris Azhar dan Fatia untuk meminta maaf, tapi tidak ada respons. Setelah itu, tim kuasa hukumnya melaporkan Haris Azhar dan Fatia ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik.

“Saya terus terang kerugian materiil tidak perlu dihitung, tapi secara moral, anak-cucu saya, saya dibilang penjahat, saya dibilang lord… Saya tidak terima perlakuan itu,” tambah Luhut.

Luhut kenal lama dengan Haris Azhar

Luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Direktur Lokataru Haris Azhar saat mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (22/5/2023).

Luhut mengaku sudah “kenal lama” dengan Haris Azhar, bahkan kerap berkomunikasi “datang ke kantor saya, datang ke rumah saya”.

“Sampai hari ini belum mengerti mengapa saudara haris seperti ini,” katanya.

Dalam percakapan terakhir, kata Luhut, mantan koordinator LSM KontraS itu meminta bantuan pengurusan saham PT. Freeport untuk suku tertentu di Timika, Papua.

“Tapi kita juga aneh ini kok jadi urusan saham, saya bilang biarlah. Maka timbul lah Agustus tadi podcast tadi,” jelasnya.

Namun, dalam tanggapannya, Haris Azhar mengatakan kapasitasnya berkomunikasi dengan Luhut soal saham tersebut sebagai kuasa hukum dari salah satu suku Amungme. Kata Haris, pihaknya sedang mengusahakan pembagian saham perusahaan atas masyarakat adat.

“Saya sebagai kuasa hukum masyarakat adat ketemu situasi bahwa belum ada peraturan daerah untuk memastikan pembagian saham, bukan saya minta saham,” kata Haris yang menyebut persoalan ini bisa diselesaikan di tingkat Kemenko Marves di mana Luhut menjadi menterinya.

Haris Azhar minta maaf ‘bukan serang pribadi’

Luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) memasuki ruangan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Selain itu, Haris juga mengakui pernah berhubungan berkali-kali dengan Luhut sejak 2013. Dalam kesempatan itu ia mengaku diajak untuk berembuk dan menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM, termasuk simposium 65.

Dalam kasus ini, Haris menyadari hubungannya sudah tidak lagi seperti dulu dengan Luhut apa yang ia sebut “rusak”.

“Saya tidak ada niat menyerang pribadi, bahwa bapak merasa bahwa itu terserang secara pribadi, ya saya minta maaf sampai di situ.”

“Saya bukan cari musuh sama Bapak, tapi saya sedih lihat orang Papua. Itu masalahnya. Mereka yang naik ke gunung bukan satu, delapan distrik mereka tinggal empat. Nggak ada yang ngurusin,” kata Haris di penghujung tanggapannya.

Sementara itu Fatia memberikan empat poin tanggapan atas kesaksian Luhut Binsar Pandjaitan.

Pertama, ujar Fatia, kata “bermain tambang” merujuk pada ungkapan penelitian dan “bukan menyasar kepada individu” Luhut Binsar Pandjaitan.

luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Sejumlah pendukung Haris Azhar dan Fatia melakukan aksi usai sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (22/5/2023)

Kedua, apa yang dibicarakan dalam saluran YouTube tersebut tidak bisa dipisahkan dari kepentingan publik. Riset ini bisa diakses publik.

“Ini salah satu tujuan dari organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam riset tersebut menjalankan fungsi sebagai watchdog dan juga memperlihatkan situasi pelanggaran HAM di Papua,” kata Fatia.

Selanjutnya, kata “penjahat” yang dipersoalkan oleh Luhut, dikatakan Fatia “tidak ada sama sekali saya merujuk kata penjahat yang dimaksud adalah saudara Luhut Binsar Pandjaitan”.

Terakhir, Fatia menyesalkan persidangan yang membatasi tim kuasa hukumnya untuk masuk ke ruang sidang, termasuk keluarganya.

Luhut vs aktivis
Keterangan gambar,Polisi membendung pengunjung sidang dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Haris Azhar dan Fatia didakwa mencemarkan nama baik

Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa aktivis HAM Haris Azhar dengan dugaan tindak pidana penghinaan dan atau pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordintaor Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (03/04).

Selain Haris Azhar, jaksa penuntut umum juga membacakan dakwaan terhadap Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.

Sementara, sejumlah LSM dan perorangan yang tergabung dalam ‘Koalisi Masyarakat Sipil’ (KMS) menyatakan, dakwaan atas Haris dan Fatia Maulidiyanti merupakan “kabar buruk bagi demokrasi dan situasi kebebasan sipil di Indonesia”.

“Dilanjutkannya kasus ini hanya akan menambah catatan hitam pada rekam jejak demokrasi di Indonesia,” kata KMS, dalam rilisnya yang dimuat di situs Kontras.

Dikataka pula, Fatia dan Haris juga merupakan korban judicial harassment dimana perangkat hukum digunakan untuk mempidanakan masyarakat yang aktif berpendapat, kata KMS.

Dalam amar dakwaannya, Haris didakwa melakukan dugaan tindak pidana tersebut bersama dengan koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam sebuah video wawancara dan diunggah di Youtube, berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1!’.

Dalam persidangan itu, Haris didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, serta Pasal 310 KUHP.

Direktur Lokataru Haris Azhar (kiri) dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kanan) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)
Keterangan gambar,Direktur Lokataru Haris Azhar (kiri) dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kanan) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)

Dakwaan: Haris disebut ingin mengelabuhi masyarakat

Dalam persidangan, JPU mengatakan, dugaan tindak pidana itu diawal saat Haris memiliki niat untuk mengangkat isu yang membahas tentang kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai bisnis pertambangan di Blok Wabu, Papua, yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.

Setelah memperoleh hasil kajian tersebut, kata JPU, Haris yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru melihat nama Luhut yang memiliki popularitas sehingga timbul niat dari terdakwa untuk mengangkat topik mengenai Luhut menjadi isu utama di akun Youtubenya.

“Dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabuhi masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik saksi Luhut,” kata seorang JPU.

Lalu Haris mengundang Fatia dan Owi sebagai narasumber untuk melakukan wawancara yang berdurasi lebih dari 26 menit di kantor Hakasasi.id, Jakarta.

Percakapan tersebut kemudian diunggah di akun Yutube Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.

Percakapan apa yang diduga mencemarkan nama baik dan fitnah?

Dalam dakwaan, JPU menyebut terdapat dua percakapan yang disebut mengandung unsur penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Pertama pada menit ke 14.23 sampai 14.33 adalah:

Fatia: “Nah, kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita.

Haris: Siapa?

Fatia: namanya adalah Luhut Bisar Panjaitan

Haris: LBP, the lord, the lord

Fatia: Lord Luhut.

Haris: Oke.

Fatia: Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini.

Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)
Keterangan gambar,Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (03/04)

Percakapan kedua terjadi dari menit 18.00 hingga 21.00 yang disebut JPU bahwa Fatia menyatakan Luhut sebagai penjahat, kata JPU.

Fatia: Ia, dan lucunya juga Bang dari orang-orang yang ada di sini, di circle ini, mereka juga yang jadi tim pemenangan Jokowi di 2015.

Haris: Iya, kalau Lord Luhut kita jelas.

Haris: Ok. Nah, pening juga bayanginnya. Jadi masyarakat di Intan Jaya itu dikirimin tentara sama polisi. Eh, yang level prajurit ada di sana operasi, sementara jenderal-jenderal atau purnawirawan-purnawirawan itu mengambil keuntungan atas dengan dalam bentuk mendapatkan konsensi untuk mengekspolitasi gunung emas tadi itu sih. Sementara kalau menurut Owi kan jelas, beberapa kelompok muda, anak-anak muda disana itu menolak, tapi kelompok mudanya dituduh sebagai KKB (Kelompok Kekerasan Bersenjata) juga ya.

Haris: sebagaian besar nama-nama itu terlibat dalam tim pemenangan Jokowi, bagaimana caranya perusahan-perusahan itu kita ambil alih. Tidak ada ya dalam riset itu.

Fatia: Enggak dong

Haris: hahaha

Fatia: Bagimana dong?

Haris: tidak ada ya.

Fatia: Jadi penjahat juga kita.

JPU mengatakan perkataan Fatia bukanlah merupakan pernyataan akurat yang diperoleh dari hasil kajian cepat karena dilakukan dengan itikad buruk untuk menyerang nama baik dan kehormatan Luhut Binsar Panjaitan.

Apa reaksi Luhut saat mendengar percakapan itu?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sambutan saat peringatan sembilan tahun UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/03)
Keterangan gambar,Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sambutan saat peringatan sembilan tahun UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/03)

JPU juga menyampaikan reaksi Luhut saat mendengarkan video percakapan antara Haris dan Fatia tersebut.

“Terlihat geleng-geleng kepala, nampak emosi dan menyampaikan ini keterlaluan, kata-kata Luhut bermain tambang di Papua ini tendensius, tidak benar dan sangat menyakitkan hati saya. Saya merasa nama baik dan kehormatan diri saya diserang,” kata JPU menyampaikan reaksi Luhut.

Lalu, kata JPU dalam dakwaan, Luhut juga menyatakan, “di negeri ini tidak ada kebebasan berpendapat yang absolut, semua harus dapat dipertanggungjawabkan.”

‘Kabar buruk bagi demokrasi’

Sejumlah LSM dan perorangan yang tergabung dalam ‘Koalisi Masyarakat Sipil’ menyebut ‘kriminalisasi’ terhadap Haris dan Fatia merupakan kabar buruk bagi demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.

“Kasus kriminalisasi terhadap Fatia dan Haris merupakan kabar buruk dan ancaman serius bagi demokrasi dan situasi kebebasan sipil di Indonesia,” ujar Anggota KMS yang juga Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Rezaldy dalam keterangan tertulis.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dan juga Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) dari Universitas Andalas Feri Amsari yang ikut dalam aksi solidaritas KMS mendukung Haris dan Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengatakan, langkah Luhut melaporkan aktivis kemanusiaan itu merupakan upaya represif yang telah ‘melanggar dan menistakan’ hak konstitusional setiap warga negara dalam menyampaikan pendapat.

“Saya menyampaikan hak konstitusional warga negara yang Bapak [Luhut] langar, Bapak nistakan, dan abaikan, oleh karena itu kita semua harus kembali jika ada masalah ke UUD untuk menyelesaikan masalah itu, dan upaya-upaya Pak Luhut adalah upaya-upaya yang represif,” kata Feri.

Ia mengutip perkataan seorang politisi terkemuka, “kalau negara takut dengan rakyat, maka itulah negara demokrasi. Kalau kemudian penyelenggara negara menakuti rakyat, melaporkan rakyat, mengancam dengan pidana, maka disanalah timbul negara otoriter.”

“Jangan sampai kita nanti menuduh Pak Luhut telah menjalankan sifat-sifat negara otoriter ke warga negaranya. Oleh karena itu kita minta Pak Luhut sadar diri untuk mencabut laporannya, tuduhannya kepada Haris dan Fatia,” tambah Feri.

Senada, Koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh, Azharul Husna mengatakan, saat ini Indonesia berada di bawah rezim represif yang semakin mirip dengan era Orde Baru.

Husna mengatakan, apa yang dialami Haris dan Fatia adalah beberapa dari 95 kasus kriminalisasi yang terjadi di sepanjang 2021, yang menimpa aktivis kemanusiaan, hingga masyarakat adat dengan total 295 orang.

“Mari kita membela kasus ini. Ini bicara bukan tentang Haris dan Fatia saja, tapi ini masalah bangsa,” kata Husna.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, sidang perdana Haris dan Fatia merupakan refleksi dari kondisi penegakan hukum di Indonesia yang berada dalam ‘resiko tinggi’.

“Hukum hanya tunduk pada yang kuat. Padahal orang kuat yang tunduk pada hukum… Haris dilaporkan oleh Luhut, dan Haris juga melaporkan Luhut. Tapi kita tahu, hukum dan lembaga hukum memberikan respon yang berbeda, apakah itu cermin dari negara hukum? Tentu bukan,” ujar Hamid.

Seorang perempuan yang mengaku korban perampasan tanah dari Rumpin, di Kabupaten Bogor, Neneng juga hadir dalam aksi tersebut.

“Saya datang ke sini ingin memperjuangkan Haris dan Fatia yang ikut memperjuangkan dan mendampingin kami atas hak tanah kami di Rumpin yang dirampas. Kalau mereka disalahkan, kami sebagai rakyat kecil mau minta tolong ke siapa lagi?” kata Neneng.

Jaksa: Luhut tidak pernah memiliki usaha tambang di Papua

Di dalam persidangan, JPU juga menyatakan dalam dakwannya bahwa Luhut tidak pernah memiliki usaha pertambangan di Blok Wabu maupun di wilayah Papua lainnya.

“Yang pada intinya menuduh melalui berita yang patut diduga suatu kebohongan bahwa saksi Luhut memiliki konflik kepentingan dan menerima gratifikasi di dalam industri tambang di Papua karena merupakan pemegang samah di Toba Sejahtera Group yang seolah-olah digambarkan memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Blok Wabu.”

“Padahal Luhut sama sekali tidak pernah memiliki usaha pertambangan di Blok Wabu maupun di wilayah Papua lainnya,” kata jaksa.

JPU menjelaskan bahwa Luhut memang merupakan pemegang saham Toba Sejahtera Group, namun dia bukan pemegang sama PT Tobacom Del Mandiri, anak perusahaan Toba Sejahtera Group.

Jaksa menambahkan, PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan penjajakan kerja sama dengan PT Madinah Qurrata ‘Ain (MQ) namun tidak dilanjutkan hingga saat ini.

Dan, lanjut JPU, PT Madinah Qurrata ‘Ain hanya memiliki kerja sama konkrit atas perjanjian pengelolaan Derewo Project dengan PT Byntech Binar Nusantara, yang bukan merupakan anak perusahaan Toba Sejahtera Group.

“Serta tidak pernah ada perjanjian maupun kerja sama konkrit maupun tidak ditemukan adanya dokumen mengenai keikutsertaan PT Toba Sejahtera Group, PT Tobacom Del Mandiri, dan PT Tambang Raya Sejahtera dalam pengembangan Derewo Project yang dilakukan bersama PT Madinah Qurrata ‘Ain (MQ),” ujar Jaksa.

Sehingga pernyataan Fatia, kata JPU, yang mengatakan adanya keterlibatan saksi Luhut dalam kegiatan bisnis pertambangan di Papua, patut diduga mengandung muatan fitnah dan atau pencemaran nama baik karena menyebarkan informasi bohong dan tidak benar.

Terkait tuduhan dalam video itu, Luhut telah memberi dua kali somasi kepada Haris dan Fatia, namun tidak pernah dipenuhi oleh keduanya. Sehingga Luhut melaporkan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021.

Dalam video tersebut, Haris dan Fatia membahas perusahan Tobacom Del Mandiri yang disebut sebagai perusahaan yang bermain dalam bisnis tambang di Papua

“PT Tobacom Del Mandiri ini direkturnya adalah purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Jadi Luhut bisa dibilang bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,” kata Fatia di video.

Dalam laporan cepat itu, dituliskan bahwa dalam Darewo River Gold Project, West Wits Mining (pemegang saham MQ) juga membagi sejumlah 30% saham kepada PT Tobacom Del Mandiri. Presiden direktur TDM ialah Purnawirawan TNI Paulus Prananto. Di sebuah terbitannya, West Wits Mining jelas menyebut bahwa TDM bertanggung jawab terkait izin kehutanan dan terkait keamanan akses ke lokasi proyek.55 TDM merupakan bagian dari PT Toba Sejahtera Group.

Lanjut tulisan itu, pemilik saham minoritas Toba Sejahtera adalah Purnawirawan TNI Luhut Binsar Panjaitan. Dua purnawirawan TNI yang terkait dengan perusahaan MQ, Paulus Prananto dan Luhut Binsar Panjaitan, merupakan anggota tim relawan (Bravo Lima) pemenangan Presiden Joko Widodo pada 2014 dan 2019.

JPU sebut Haris dan Fatia tidak pernah konfirmasi ke Luhut

Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi saat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan kesehatan di Biddokkes Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (06/03)
Keterangan gambar,Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi saat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan kesehatan di Biddokkes Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (06/03)

JPU juga menambahkan akun Youtube Haris Azhar bukan termasuk media persidangan elektronik, media massa elektronik, serta bukan media publikasi resmi dari akademisi atau organisasi masyarakat sipil, melainkan sebatas media sosial pribadi.

“Bahwa selama percakapan berlangsung, terdakwa Haris dan saksi Fatia tidak pernah menginformasikan metodologi penelitian kajian cepat yang dilakukan… tanpa melakukan konfirmasi atau mengkaji ulang, atau mengkroscek kebenaran informasi kepada saksi Luhut sehingga kajian cepat… sebenarnya masih dapat terjadi kekeliruan atau tidak dapat dipastikan kebenarnya,” kata jaksa.

JPU juga menyebut, Haris tidak mengundang saksi Luhut dalam rekaman video sebagai narasumber sehingga masyarakat umum tidak mendapatkan informasi yang berimbang antara tuduhan Fatia dan pembelaan dari Luhut, yang menyebabkan terjadinya penghukuman oleh Haris dan Fatia terhadap Luhut.

Sidang berikutnya dengan agenda eksepsi akan dilanjutkan pada 17 April 2023, pukul 10.00 WIB.

Setelah mendengar dakwaan tersebut, Haris menyatakan tidak mengerti akan substansi yang dituduhkan pada dirinya. “Saya tidak menerima semua dakwaan terhadap saya,” kata Haris.

Di luar persidangan, beberapa aktivis masyarakat melakukan demonstrasi sebagai bentuk dukungan kepada Haris dan Fatia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*