Ketika konten ibu menyusui di Youtube ‘diseksualisasi’ – ‘Momen indah dianggap porno oleh orang-orang berpikiran sempit’

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.

“‘https://tampansamping.com/2024/01/19/ketika-konten-ibu-menyusui-di-youtube-diseksualisasi-momen-indah-dianggap-porno-oleh-orang-orang-berpikiran-sempit/Mbak, kalau mau nyusuin di kamar mandi ajah, jangan di sini’,” tutur Amelia Ayu Kinanti, 39, mengenang kejadian kurang enak yang menimpanya suatu hari di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Dua belas tahun silam, Pemimpin Redaksi Beautynesia itu sedang berada di bagian pujasera mal itu ketika bayinya yang saat itu masih berusia empat bulan merengek minta disusui.

Di tengah maraknya kampanye air susu ibu (ASI) menyusul kasus susu formula yang diberitakan mengandung bakteri tahun itu, Ayu memutuskan untuk menyusui anaknya kendati suasana pujasera itu cukup ramai.

“Nggak semua mal punya ruang menyusui yang cukup besar – kapasitasnya kecil banget. Ya sudah, deh, aku langsung menyusui anakku saja di food court itu. Karena pun sudah pakai nursing cover [penutup menyusui] – nggak asal terbuka,” ujarnya kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC Indonesia, Rabu (20/12).

“Tiba-tiba aku disamperin sama bapak-bapak yang aku nggak kenal. Terus tiba-tiba dia bilang dengan nada yang mungkin maksudnya intimidatif.”

Ayu memutuskan untuk mempertahankan pendiriannya dan menolak desakan bapak-bapak itu.

“Aku ngeliatin dia terus aku bilang: ‘Bapak kalau makan mau nggak di kamar mandi? Karena ini saya lagi kasih makan anak saya. Jadi, saya nggak mau melakukannya di kamar mandi’,” tutur Ayu, dengan menambahkan bahwa sang bapak-bapak itu akhirnya meninggalkan pujasera setelah dirinya memutuskan untuk tidak mengacuhkannya.

“Kalau memang ibu itu menyusui, itu sesuatu yang nggak pantas untuk diseksualisasikan. Saya bukannya lagi memamerkan payudara saya,” tegas Ayu.

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.

Pengalaman Ayu mirip dengan Hevie Ursulla, 35, seorang wiraswasta di Bali, saat hendak menyusui bayinya di sebuah restoran Jepang sepuluh tahun yang lalu dan menyadari orang-orang di sekitarnya melihatnya dengan risih.

“Aku pas sama adikku dan dia yang melindungi aku. Dia bilang: ‘Kamu duduk di sini, kasih susu di sini. Anak lapar dan mau makan. Semua orang di sini juga mau makan!’,” ujar Hevie.

Bagi Hevie, memberi ASI kepada anaknya bukan proses yang gampang sebab kendati dirinya sudah bertekad untuk menyusui bayinya secara eksklusif, tapi setelah kelahiran butuh butuh waktu dan perjuangan bolak-balik ke rumah sakit sebelum air susunya keluar.

Melewati semua perjuangan itu membuatnya paham bahwa proses menyusui adalah sesuatu yang berharga baginya kendati adanya rundungan dari orang-orang.

“Karena aku tahu bagaimana pengorbanan seorang ibu untuk memberikan ASI kepada anaknya, aku benar-benar tidak peduli kalau ada orang yang risih melihat aku menyusui,” tambah Hevie.

“Tidak seharusnya seorang ibu bersembunyi ketika memberikan asupan makanan kepada bayinya.”

Ibu menyusui anaknya.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.

Kisah Ayu dan Hevie memang kisah satu dekade silam, tetapi sikap khalayak terhadap perempuan yang tengah menjalankan tugasnya untuk menyusui bayi mereka sepertinya masih saja cenderung negatif.

Yang paling anyar, ketika influencer Denise Chariesta mengunggah kontennya menyusui bayinya di kanal Youtube miliknya pada 14 November.

Pekan terakhir, sebuah akun di X (dulunya Twitter) mengunggah cuplikan rekam foto yang diambil dari video itu – terutama bagian payudaranya yang sempat terlihat jelas setelah menyusui bayinya.

Komentar-komentar yang ditujukan kepada Denise Chariesta bertendensi buruk dan, sayangnya, merujuk kepada seksualitas bagian tubuhnya alih-alih tentang proses menyusuinya.

Dalam video yang diakses BBC Indonesia pada Kamis (14/12), unggahan video Denise Chariesta pada menit tertentu memang bagian payudaranya terlihat tanpa sensor (yang mana menjadi permasalahan netizen) saat memberikan ASI kepada anaknya dan si bayi kemudian diserahkan kepada suster.

Tetapi Denise tampak segera menutupi payudaranya begitu menyadari bagian tubuhnya ini terlihat.

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ikustrasi: Ibu menyusui anaknya di tempat umum.

Pada November, Youtube mengumumkan perubahan pedoman untuk konten dewasa spesifik untuk konten menyusui.

Situs kanal Youtube mengatakan: “Breastfeeding content where a child is present, even with visible areola, can now earn ad revenue. Previously, such content was only monetizable if no areola was visible.

Terjemahannya adalah: “Konten menyusui di mana ada anaknya, bahkan dengan bagian areola [area kulit melingkar berwarna gelap yang mengelilingi puting susu] yang terlihat, sekarang bisa mendapatkan pemasukan iklan. Sebelumnya, konten seperti ini hanya bisa diuangkan kalau tidak ada areola yang terlihat.”

Komentar-komentar warganet yang mengomentari cuplikan unggahan klip Denise Chariesta merujuk kepada seksualisasi, seperti mengomentari bentuk dari payudara influencer tersebut.

Adapun komentar-komentar yang tidak mempermasalahkan (dan bahkan mendukung) tindakan Denise Chariesta, seperti akun X @denald yang mengutarakan pendapatnya bahwa menyusui di tempat umum bukanlah hal yang tabu dan perempuan tidak perlu memaksakan menggunakan kain penutup hanya demi menjaga mata orang lain, juga memperoleh rundungan warganet.

‘Menjurus’

Nia Umar, ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, dalam wawancara dengan BBC Indonesia menyebutkan dirinya prihatin bahwa konten menyusui dari influencer Denise Chariesta dijadikan bahan bulan-bulanan netizen.

“Sebenarnya, kan, organ tubuh payudara tujuan utamanya adalah untuk memberikan asupan bagi bayinya. Pada manusia, payudara punya makna lain, beda dengan mamalia lain. Organ payudara menjadi punya makna beragam,” ujar Nia Umar melalui sambungan telepon.

Nia berkisah bahkan saat dirinya melakukan presentasi di muka umum tentang kampanye ASI pun, dia memperoleh pertanyaan-pertanyaan yang “menjurus” dari beberapa laki-laki yang menjadi partisipan.

Nia Umar, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia.
Keterangan gambar,”Saya merasa KMS tahun 1980-an dengan ibu-ibu pakai konde saat itu justru ada empowerment,” kata Nia Umar, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. “Sekarang normanya bergeser. [Tapi] bukan berarti normanya bergeser membuat orang [pantas untuk] di-bully.”

“Ada yang bertanya: ‘Kalau saya minum ASI sama nggak efeknya’ dengan muka masam-masam. Kayak ngetes. Atau bertanya: ‘Kalau bapak-bapak nyusuin juga apakah menjadi saudara sepersusuan sama anaknya’,” imbuh Nia, menambahkan pertanyaan-pertanyaan menjurus ini ditanyakan kepadanya di muka umum.

“Saya harus menjaga – jangan sampai terpancing.”

Terlepas dari sosok Denise Chariesta sebagai influencer yang konon penuh kontroversi, Nia Umar mengatakan sangat memprihatinkan ketika unggahan Denise Chariesta tentang proses menyusui malah menjadi bulan-bulanan.

“Masyarakat kekanak-kanakan dalam merespons banyak hal,” tandasnya.

Sebagai respons atas komentar negatif netizen, Denise Chariesta melalui Instagramnya mengunggah foto dirinya di samping foto arsip Kartu Menuju Sehat (KMS) Indonesia periode 1980-an yang memuat foto seorang ibu-ibu berkonde tengah menyusui anaknya.

Nia Umar, mengenang masa kecilnya melihat ibu-ibu menyusui bayi mereka di tempat umum tanpa masalah apa pun, berkomentar: “Saya merasa KMS tahun 1980-an dengan ibu-ibu pakai konde saat itu justru ada empowerment.”

“Sekarang normanya bergeser. [Tapi] bukan berarti normanya bergeser membuat orang [pantas untuk] di-bully,” tambah Nia Umar, merujuk kepada apa yang terjadi kepada Denise Chariesta.

Senada dengan Nia Umar, Rahmat Hidayat, co-founder AyahASI Indonesia, sebuah inisiatif sosial untuk meningkatkan keterlibatan suami dalam mendukung istrinya dalam proses menyusui, mengomentari masyarakat – termasuk pemerintah – tidak memberikan dukungan yang optimal ke ibu menyusui.

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di transportasi umum.

“Sayangnya, sejak masa muda, kebanyakan laki-laki hanya mengenal payudara untuk fungsi seksual, ketika terpapar payudara untuk menyusui, sudut pandangnya masih seksual, jadi komentarnya, ya, seksis sekali,” ujarnya dalam pesan teks yang dikirimkan kepada BBC Indonesia melalui aplikasi WhatsApp.

“[Pekerjaan rumah] kita semua nih untuk memberikan pemahaman bahwa menyusui adalah sesederhana memberikan makan kepada anak.”

‘Perempuan ditempatkan sebagai objek seksual semata’

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengecam “pernyataan-pernyataan dari sejumlah netizen yang selain menempatkan perempuan sebagai objek seksual, juga terindikasi memuat pelecehan seksual” atas unggahan Denise Chariesta itu.

“Komnas Perempuan menyayangkan sikap sejumlah netizen Indonesia yang justru mengalihkan perhatian dari informasi pemberian ASI menjadi isu seksual, dengan menyoroti puting payudara yang tertangkap di video. Sikap serupa ini berakar pada pandangan seksis yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual semata,” tutur Andy kepada BBC Indonesia.

Andy pun menambahkan bahwa informasi mengenai cara pemberian ASI dapat membantu para Ibu dalam memastikan asupan ini dapat diberikan dengan lebih baik dan tepat.

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di tempat umum.

Komnas Perempuan, imbuhnya, mengapresiasi setiap pihak yang mengupayakan pemberian informasi tersebut.

“ASI adalah asupan yang penting bagi pertumbuhan bayi, termasuk dalam upaya mencegah tengkes (stunting). Saat ini, seringkali pemberian ASI dianggap sebagai hal alamiah yang akan dimiliki setiap perempuan yang menjadi ibu,” tegas Andy.

Menyusui di tempat umum bukan isu di Indonesia saja. Pada 2018, BBC memberitakan ratusan perempuan di Leicester, Inggris yang mengunggah “brelfies” alias “breastfeeding selfies” atau swafoto menyusui dalam sebuah pameran untuk selebrasi momen ikatan antara ibu dan bayinya ini.

Pada September 2018, Rebecca Telling, yang saat itu sedang studi kebidanan, memutuskan untuk mengadakan pameran itu setelah terinspirasi sebuah gambar perempuan menyusui di halaman depan majalah.

Pameran tersebut turut menghadirkan kontribusi karya dari mahasiswa-mahasiswi dan seniman dari penjuru dunia.

“Saya harap [pameran ini] akan membuat Leicester lebih ramah akan proses menyusui,” tutur Rebecca kepada BBC kala itu.

“Kami ingin proses menyusui dirayakan dalam banyak cara yang berbeda.”

Pada Agustus 2022, BBC juga memberitakan studi dari ahli-ahli Universitas Swansea dan Cardiff yang menemukan bahwa sebagian perempuan tidak mau menyusui di muka publik salah satunya adalah karena pandangan-pandangan jijik dan tidak terima dari orang-orang sekitar.

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.

‘Momen yang indah’

Hevie Ursulla, yang putranya kini berusia 10 tahun, merasa masih banyak yang menganggap bahwa perempuan yang mengeluarkan payudaranya di muka umum demi menyusui adalah hal yang tabu.

“Padahal itu pikiran mereka saja yang kotor dan jelek. Apa bedanya anakku makan dari susuku dengan mereka makan es krim? Makan pisang? Semua ada di pikiran saja, kok!

“Sampai sekarang kalau ada temanku yang menyusui lalu dia mau keluar ruangan cari tempat, aku larang dia. Aku suruh yang lain saja keluar ruangan kalau mereka risih. Busui [ibu menyusui] harus diam di ruangan dan menyusui bayinya.”

Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Ibu menyusui anaknya di sebuah pusat keramaian.

Amelia Ayu Kinanti, yang anaknya kini berusia 12 tahun, menyayangkan sikap masyarakat yang tidak mewajarkan ibu-ibu yang menyusui.

Baginya, ibu-ibu menyusui di depan umum tidak ada bedanya dengan laki-laki yang membuka bajunya saat berlari di tengah hari karena kepanasan.

Terlebih lagi, tambah Ayu: “Momen ibu menyusui anaknya seharusnya menjadi sebuah momen yang indah, sebuah momen di mana seorang Ibu memberikan yang terbaik dari dirinya kepada anaknya.

“Sayang sekali momen indah itu dianggap porno oleh orang-orang yang pikirannya sempit.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*